Kategorisasi Ayat Al-Qur’an

1. Ayat al-Hadhari dan as-Safari

Contoh-contoh dari ayat-ayat al-Hadhari (yang turun pada saat Rasulullah SAW berada di kampung halaman) itu banyak. Adapun ayat-ayat as-Safari (yang diturunkan pada saat Rasulullah saw. Dalam bepergian) itu ada beberapa contoh, antara lain sebagai berikut:

Firman Allah: وَٱتَّخِذُواْ مِن مَّقَامِ إِبۡرَٲهِـۧمَ مُصَلًّ۬ى‌ۖ  (QS. al- Baqarah: 125). 

Ayat ini turun di Makkah pada saat Haji Wada’, berdasarkan hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Mardawaih dari Jabir, ia berkata: ketika Nabi saw. sedang melakukan thawaf, maka Umar berkata kepadanya, “Apakah ini maqam ayah kita Ibrahim?” Nabi saw. menjawab, “Iya.” Umar berkata, “Mengapa kita tidak menjadikannya sebagai mushala (tempat shalat)?” Maka turunlah ayat tersebut. Ibnu Mardawaih juga mengeluarkan sebuah riwayat melalui ‘Amr bin Maimun dari Umar bin Khathab: sesungguhnya Umar pernah melewati maqam Ibrahim (ketika thawaf), maka ia berkata, “Wahai Rasulullah, mengapa kita tidak shalat di maqam kekasih Tuhan kita?” Nabi saw. menjawab, “Ya.” Umar berkata, “Mengapa kita tidak menjadikannya sebagai mushala?” Maka tidak begitu lama kemudian turun ayat tersebut. Ibnu al- Hashshar berkata, “Ayat ini turun, mungkin pada saat Rasulullah melakukan umrah al-Qadha’ atau ketika Ghazwah al-Fath (Penaklukan Makkah) atau ketika peristiwa Haji Wada’.”

Firman Allah: وَلَيۡسَ ٱلۡبِرُّ بِأَن تَأۡتُواْ ٱلۡبُيُوتَ مِن ظُهُورِهَا  (QS. Al- Baqarah: 189).

Imam Ibnu Jarir ath-Thabari meriwayatkan dari az-Zuhri, bahwa ayat ini turun pada saat (Rasulullah saw.) sedang umrah Al-Hudaibiyah. Menurut as-Sudy bahwa ayat ini turun pada saat Haji Wada’. 

Firman Allah: وَأَتِمُّواْ ٱلۡحَجَّ وَٱلۡعُمۡرَةَ لِلَّهِ‌ۚ  (QS. Al-Baqarah:196). Ibnu Abi Hatim mengeluarkan sebuah riwayat dari Shafwan bin Umayyah, ia berkata, “Datang seorang laki-laki kepada Rasulullah saw. dengan mengenakan minyak            za’faran dan dia memakai jubah (pakaian panjang), kemudian berkata, ‘Bagaimana engkau menyuruhku dalam umrahku?’ maka turun ayat ini, kemudian Nabi saw. bertanya, ‘Siapakah yang bertanya tentang umrah tadi? Lepaskanlah bajumu kemudian mandilah.’” (al-Hadits)

Firman Allah: فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوۡ بِهِۦۤ أَذً۬ى مِّن رَّأۡسِهِۦ  (QS. Al-Baqarah: 196). 

Ayat ini turun di al-Hudaibiyah, sebagaimana riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad dari Ka’ab bin ‘Ajazah yang ayat itu turun kepadanya, dan al-Wahidi dari Ibnu Abbas.

2. Ayat an-Nahari dan al-Laili

Contoh-contoh dari an-Nahari (ayat-ayat yang turun di siang hari) banyak sekali. Ibnu Hubaib berkata, “Sebagian besar Al-Qur’an turun di siang hari, sedangkan yang turun di malam hari ada beberapa contoh, sebagai berikut:

Ayat mengenai perpindahan arah kiblat.

Disebutkan dalam Shahihain (kedua kitab Shahih Bukhari dan Muslim) dari hadits Ibnu Umar: ketika para shahabat sedang melaksanakan shalat Subuh di Masjid Quba’, tiba-tiba ada seseorang yang datang, kemudian ia berkata, “Sesungguhnya telah diturunkan kepada Nabi saw. Qur’an pada malam ini, dan beliau diperintahkan untuk menghadap ke kiblat.” Imam Muslim juga meriwayatkan dari Anas: sesungguhnya Nabi saw. ketika sedang shalat ke arah Baitulmaqdis, maka turunlah firman Allah: “Qad naraa taqallu bi wajhika fissamaa” (QS. al-Baqarah: 144), maka ada seorang laki-laki dari bani Salamah, dan mereka sedang rukuk dalam shalat Subuh dan mereka telah shalat satu rakaat, maka laki-laki itu memanggil-manggil, “Ingat bahwa (arah) kiblat telah dipindahkan,” kemudian mereka semua condong ke arah kiblat.

3. Ayat-ayat terakhir dalam surat Ali’ Imran

Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban di dalam Shahih-nya, Ibnul Mundzir, Ibnu Mardawaih, dan Ibnu Abi ad-Dunya di dalam kitab al-Fikr, dari Aisyah, “Sesungguhnya Bilal telah datang kepada Nabi SAW memberitahukan kepadanya untuk shalat Subuh, tetapi dia mendapatkan Nabi dalam keadaan menangis maka Bilal berkata, ‘Wahai Rasulullah, apa yang membuat engkau menangis?’ Nabi bersabda, ‘Apa yang menghalangiku untuk menangis, padahal telah turun kepadaku pada malam ini: inna fii khalqissamaawaati wal ardhi wakhtilaafillaili wannahaari la aayaatil li ulil albaab. (QS. Ali ‘Imran: 190),’ kemudian Nabi berkata, ‘Celaka bagi orang yang membacanya tetapi tidak merenungkannya.”

Surat Al-An’am

Imam Thabrani telah mengeluarkan sebuah riwayat, demikian juga Abu Ubaid di dalam kitab Fadhail-nya, dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Surat al-An’am ini turundi Makkah pada waktu malam secara keseluruhan/langsung, dan sekelilingnya terdapat tujuh puluh ribu malaikat yang gemuruh dengan tasbih.”

4. Ayat Ash-Shaifi dan Ash-Syita’i

Imam al-Wahidi mengatakan bahwa Allah telah menurunkan dalam masalah “al- Kalaalah” dua ayat, salah satunya di waktu musim dingin. Itulah yang ada di awal surat an-Nisa’, sedangkan yang lainnya di waktu musim panas (kemarau), dan itulah yang ada di akhir surat an-Nisa’. Diriwayatkan di dalam Shahih Muslim, dari Umar: belum pernah aku berkonsultasi tentang suatu masalah sebagaimana aku berkonsultasi tentang masalah “al-Kalaalah”, dan tidak pernah Nabi bersikap keras tentang suatu masalah sebagaimana beliau bersikap keras terhadapku tentang masalah tersebut, sehingga beliau menusuk dadaku dengan jari telunjuk beliau, dan beliau berkata, “Wahai Umar, tidak cukupkah bagimu ayat ash- Shaif (musim panas) yang ada di akhir surat an-Nisa’?”

Diriwayatkan pula di dalam kitab al-Mustadrak, dari Abu Hurairah, sesungguhnya ada seorang laki-laki berkata, “Wahai Rasulullah, apa itu al- kalaalah?” Nabi bersabda, “Apakah kamu belum pernah mendengar ayat yang turun pada musim kemarau, yaitu ‘yastaftuunaka qulillahu yuftiikum fill kalaalah’?” (QS. an-Nisa’: 176).

Telah dijelaskan bahwa ayat tersebut turun pada saat Nabi dalam perjalanan Haji Wada’ maka dianggap ash-Shifi semua ayat yang diturunkan pada waktu Haji Wada’ seperti awal surat al-Ma’idah, dan seperti firman Allah: “Al-yauma akmaltu lakum diinakum” (QS. al-Ma’idah: 3) serta ayat: “wattaquu yauman turja’uuna ...” (QS. al- Baqarah: 281). Demikian juga ayat “ad-dain” dan surat an-Nashr.

Sedangkan Di antara contoh ayat-ayat asy-Syita’i adalah firman Allah SWT: “innalladziina jaa’u bil ifki” hingga “wa rizqun kariim” (QS. an-Nur: 11-26).

Di dalam hadits shahih diriwayatkan dari Aisyah bahwa sesungguhnya ayat-ayat tersebut diturunkan pada hari musim dingin. Demikian juga ayat-ayat mengenai Perang Khandaq (menggali parit) yang ada di dalam surat al-Ahzab, turun pada saat musim dingin.

Dalam hadits Hudzaifah diterangkan: bahwa pada malam (Perang) al-Ahzab itu para shahabat berpencar dari Rasulullah saw. kecuali dua belas orang, maka Rasulullah saw. mendatangiku, kemudian beliau berkata, “Bangkitlah dan berangkatlah ke tentara al-Ahzab (koalisi).” Aku katakan, “Wahai Rasulullah, demi Allah yang telah mengutus engkau dengan benar, aku tidak bangkit untuk taat kepadamu kecuali merasa malu dari rasa dingin”(al-Hadits).

Dalam hal ini Allah menurunkan firman-Nya: “Yaa ayyuhalladziina aamanuu udz kuruu ni’matallahi ‘alaikum idz jaa’atkum junuudun” (QS. al-Ahzab: 9). Riwayat ini dikeluarkan oleh Imam al-Baihaqi di dalam kitabnya, ad-Dalaail.

4. Ayat Al-Ardhi dan As-Samaa’i

Telah berlalu perkataan Ibnu al-‘Arabi: sesungguhnya di antara Al-Qur’an itu ada yang Sama’i (diturunkan di langit), dan ada yang Ardhi (diturunkan di bumi), dan ada juga yang diturunkan di antara langit dan bumi serta ada yang diturunkan di bawah dasar bumi, yaitu di gua. Ibnu al-Arabi berkata: telah menceritakan kepada kami Abu Bakar al-Fihri, ia berkata: telah menceritakan kepada kami at-Tamimi (ia berkata): telah menceritakan kepada kami Hibatullah al-Mufassir, ia berkata: telah diturunkan Al-Qur’an di antara Makkah dan Madinah kecuali enam ayat, yaitu yang diturunkan tidak di bumi dan tidak pula di langit: tiga berada di surat ash-Shaffat, yaitu: “wa maa minna illa lahuu maqaamun ma’ luum.” (QS.ash-Shaffat: 164-166), satu ayat di surat az-Zukhruf:45, yaitu: “was’al man arsalnaa min qablika min rusulinaa”, dan dua ayat di akhir surat al-Baqarah diturunkan pada malam Mi’raj. Ibnu al-‘Arabi berkata, “Mungkin yang dimaksud (tidak di langit dan tidak di bumi) adalah di angkasa antara langit dan bumi.” Ibnu al-‘Arabi juga berkata, “Adapun yang diturunkan di bawah bumi adalah surat al-Mursalat, sebagaimana disebutkan di dalam hadits shahih dari Ibnu Mas’ud.”

Imam Suyuthi berpendapat: adapun ayat-ayat yang telah disebutkan maka tidak mendapatkan ada mustanad (sandaran/dalil) terhadap apa yang beliau kemukakan, kecuali akhir surat al-Baqarah yang mungkin berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Ibnu Mas’ud: “ketika Rasulullah saw. diisra’kan hingga sampai ke Sidratil Muntaha” (al-Hadits), dan di dalamnya terdapat ungkapan sebagai berikut: ‘Maka Rasulullah saw. diberi tiga hal: diberi shalat lima waktu, akhir surat al-Baqarah, dan diampuni bagi orang yang tidak musyrik dari umatnya atas dosa-dosa yang merusak.’ Disebutkan di dalam kitab al-Kamil karya Al-Hudzali: “aamanar rasuulu” (QS. al-Baqarah: 285-286 hingga akhir).

Sumber:

Last Modified:3/3/2024