Defenisi dan Redaksi Asbabun Nuzul

Definisi Asbabun Nuzul

Ungkapan Asbab an-Nuzul merupakan bentuk idhofah dari kata asbab dan nuzul. Secara etimologi asbab annuzul adalah sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu. Meskipun segala fenomena yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu dapat disebut asbab annuzul, dalam pemakaiannya, ungkapan asbab annuzul dipergunakan untuk menyatakan sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya Al-qur’an, seperti halnya asbab al wurud secara khusus digunakan bagi sebab terjadinya hadits.

Banyak pengertiannya termologi yang di rumuskan para Ulama’, diantaranya :

  • Menurut Az-zarqani. Asbab An-Nuzul adalah hal khusus atau sesuatu yg terjadi serta hubungan dengan turunnya al-qur’an yg berfungsi sebagai penjelas hokum pada saat peristiwa itu terjadi.
  • Ash-Shabuni. Asbab An-Nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan kejadian turunnya 1 ayat atau beberapa ayat mulai yg berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yg diajukan kepada nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama.
  • Subhi Shalih. Asbab An-Nuzul adala suatu yg menjadi sebab turunnya satu atau beberapa ayat alqur’an yg terkadang menyiratkan suatu peristiwa, sebagai respon atasnya atau penjelas hukum-hukum ketika peristiwa itu terjadi.
  • Manna’ Al-Qaththan. Asbab An-Nuzul adalah peristiwa-peristiwa yg menyebabkan turunnya alqur’an, berkenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa kejadian atau pertanyaan yang di ajukan kepada Nabi.

Kendatipun redaksi pendefinisian diatas sedikit berbeda, semuanya menyimpulkan bahwa asbab an-nuzul adalah kejadian atau peristiwa yg melatarbelakangi turunnya ayat alqur’an, dalam rangka menjawab, menjelaskan, dan menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dari kejadian tersebut. Asbab An-Nuzul merupakan bahan sejarah yang dapat dipakai untuk memberikan keterangan terhadap turunnya alqur’andan memberinya konteks dalam memahami perintah-perintahnya. Sudah tentu bahan-bahan ini hanya melingkupi peristiwa pada masa alqur’an masih turun (ashr at-tanzil)

Bentuk-bentuk peristiwa yg melatarbelakangi turunnya alquran itu sangat beragam, diantaranya berupa konflik social, seperti ketegangan yang terjadi diantara suku Aus dan suku Khazraj ; kesalahan besar seperti kasus seorang sahabat yang mengimani sholat dalam keadan mabuk ; dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para sahabat kepada nabi, baik berkaitan dengan sesuatu yang telah lewat, sedang atau akan terjadi.

Persoalan mengenai apakah seluruh ayat alquran memiliki asbab an nuzul atau tidak, ternyata telah menjadi bahan kontroversi diantara para ulama’.Sebagian Ulama’ berpendapat bahwa tidak semua ayat alquran memiliki asbab annuzul. Oleh sebab itu , ada ayat alquran yg diturunkan tanpa ada yang melatarbelakinya (Ibtida’), dan sebagian lainnya diturunkan dengan melatarbelakangi suatu peristiwa (ghoir ibtida’).

Pendapat tersebut hampir menjadi kesepakatan para Ulama’ . Akan tetapi sebagian berpendapat bahwa kesejarahan Arabia pra quran pada masa turunnya alquran merupakan latar belakang makro alquran, sedangkan riwayat-riwayat asbab annuzul merupakan latar belakang mikronya. Pendapat ini berarti menganggap bahwa semua ayat alquran memiliki sebab –sebab yang melatar belakanginya.

Redaksi Asbabun Nuzul

Ungkapan-ungkapan yang di gunakan oleh para sahabat untuk menunjukkan turunnya al-qur’an tidak selamanya sama. Ungkapan-ungkapan itu secara garis besar di kelompokkan dalam dua kategori, yaitu:

1. Sarih (jelas)

Ungkapan riwayat “sarih” yang memang jelas menunjukkan asbab an-nuzul dengan indikasi menggunakan lafadz (pendahuluan).

  • “sebab turun ayat ini adalah...”
  • “telah terjadi..... maka turunlah ayat 
  • “rasulullah saw pernah di tanya tentang ....... maka turunlah ayat    

Contoh lain: QS. Al-Maidah; 5 (2) :

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُحِلُّواْ شَعَـٰٓٮِٕرَ ٱللَّهِ وَلَا ٱلشَّہۡرَ ٱلۡحَرَامَ وَلَا ٱلۡهَدۡىَ وَلَا ٱلۡقَلَـٰٓٮِٕدَ وَلَآ ءَآمِّينَ ٱلۡبَيۡتَ ٱلۡحَرَامَ يَبۡتَغُونَ فَضۡلاً۬ مِّن رَّبِّہِمۡ وَرِضۡوَٲنً۬ا‌ۚ وَإِذَا حَلَلۡتُمۡ فَٱصۡطَادُواْ‌ۚ وَلَا يَجۡرِمَنَّكُمۡ شَنَـَٔانُ قَوۡمٍ أَن صَدُّوڪُمۡ عَنِ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ أَن تَعۡتَدُواْ‌ۘ وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰ‌ۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٲنِ‌ۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ‌ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ (٢)

 “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syiar-syiar kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qala'id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitulharam; mereka mencari karunia dan keridaan Tuhannya. Tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu berburu. Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya.”

Asbab an-nuzul dari ayat berikut; ibnu jarir mengetengahkan subuah hadits dari ikrimah yang telah bercerita,” bahwa hatham bin hindun al-bakri datang kemadinah bersrta kafilahnya yang membawa bahan makanan. Kemudian ia menjualanya lalu ia masuk ke madinah menemui nabi saw.; setelah itu ia membaiatnya masuk islam. Tatkala ia pamit untuk keluar pulang, nabi memandangnya dari belakang kemudian beliau bersabda kepada orang-orangyang ada di sekitarnya, ‘sesungguhnya ia telah menghadap kepadaku dengan muka yang bertampang durhaka, dan ia pamit dariku dengan langkah yang khianat. Tatkala al-bakri sampai di yamamah, ia kembali murtad dari agama islam. Kemudian pada bulan dhulkaidah ia keluar bersama kafilahnya dengan tujuan makkah. Tatkala para sahabat nabi saw. Mendengar beritanya, maka segolongan sahabat nabi dari kalangan kaum muhajirin dan kaum ansar bersiap-siap keluar madinah untuk mencegat yang berada dalam kafilahnya itu. Kemudian Allah SWT. Menurunkan ayat,’ hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar shiar-shiar Allah...(Q.S. al-maidah : 2 ) kemudian para sahabat mengurungkan niatnya (demi menghormati bulan haji itu).

Hadits serupa ini di kemukakan pula oleh asadiy.” Ibnu abu khatim mengetengahkan dari zaid bin aslam yang mengatakan, bahwa rasulullah saw. Bersama para sahabat tatkala berada di hudaibiah, yaitu sewaktu orang-orang musyrik mencegah mereka untuk memasuki bait al-haram peristiwa ini sangat berat dirasakan oleh mereka, kemudian ada orang-orang musyrik dari penduduk sebelah timur jazirah arab untuk tujuan melakukan umroh. Para sahabat nabi saw. Berkata, marilah kita halangi mereka sebagaimana(teman-teman mereka) merekapun menghalangi sahabat-sahabat kita. Kemudian Allah SWT. Menurunkan ayat,”janganlah sekali-kali mendorongmu berbuat aniaya kepada mereka...” (Q.S. al-maidah ayat : 2)

2. Muhtamilah (masih kemungkinan atau belum pasti)

Ungkapan “mutammimah”adalah ungkapan dalam riwayat yang belum dipastikan asbab an-nuzul karena masih terdapat keraguan. Hal tersebut dapat berupa ungkapan;

  • “ayat ini diturunkan berkenaan dengan ...”
  • “saya kira ayat ini diturunkan berkenaan dengan     
  • “saya kira ayat ini tidak diturunkan kecuali berkenaan dengan.       

Contohnya: Q.S. Al-Baqarah: 223

نِسَآؤُكُمۡ حَرۡثٌ۬ لَّكُمۡ فَأۡتُواْ حَرۡثَكُمۡ أَنَّىٰ شِئۡتُمۡ‌ۖ وَقَدِّمُواْ لِأَنفُسِكُمۡ‌ۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّڪُم مُّلَـٰقُوهُ‌ۗ وَبَشِّرِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ (٢٢٣) 

"Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, mak datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik)untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.”(QS. Al-Baqarah, ayat ;223)

Asbab an-nuzul dari ayat berikut ;dalam sebuah riwayat yang dikeluarkan oleh abu daud dan hakim, dari ibnu abbas di kemukakan bahwa penghuni kampung di sekitar yatsrib (madinah), tinggal berdampingan bersama kaum yahudi ahli kitab. Mereka menganggap bahwa kaum yahudi terhormat dan berilmu, sehingga mereka banyak meniru dan menganggap baik segala perbuatannya.Salah satu perbuatan kaum yahudi yang di anggap baik oleh mereka ialah tidak menggauli istrinya dari belakang. Adapun penduduk kamping sekitar quraish (makkah) menggauli istrinya dengan segala keleluasannya.Ketika kaum muhajirin (orang makkah) tiba di madinah salah seorang dari mereka kawin dengan seorang wanita ansar (orang madinah). Ia berbuat seperti kebiasaannyatetapi di tolak oleh istrinya dengan berkata: “kebiasaan orang sini, hanya menggauli istrinya dari muka.”

Kejadian ini akhirnya sampai pada nabi saw, sehingga turunlah ayat tersebut di atas yang membolehkan menggauli istrinya dari depan, balakang, atau terlentang, asal tetap di tempat yang lazim. Peristiwa atau pertanyaan yang disebut sebagai asbabun nuzul itu terjadi pada masa Rasulullah SAW atau pada masa saat ayat al- qur’an diturunkan.

Sumber: 

Last Modified: 23/2/2024