Hikmah Turunnya Al-Qur’an Secara Berangsur-Angsur

Terdapat dua bentuk keperluan yang dibutuhkan oleh Rasulullah SAW. akan turunnya Al Qur’an secara berngsur-angsur, yaitu; Pertama, untuk memantapkan dan memperteguh hati beliau, karena setiap peristiwa yang beliau alami selalu disusul dengan turunnya Al Qur’an. Kedua, agar Al Qur’an mudah dihafal. Menurut Muhammad Baqir Hakim, terdapat beberapa tanda bukti kebesaran Al Qur’an yang dapat kita ketahui melalui proses turunnya secara bertahap, yaitu:

Pertama, selama perjalanan dakwah Rasulullah SAW. selama dua puluh tahun lebih lamanya telah terjadi perubahan-perubahan yang mendasar melalui proses yang cukup berat dan cobaan yang sangat dahsyat. Bagi manusia biasa akan sangat kewalahan dan tidak akan mampu menjalaninya. Akan tetapi Al Qur’an dapat mengiringi perjalanan dakwah beliau SAW. Baik dalam keadaan lemah maupun kuat, sulit maupun dalam keadaan lapang, dan dalam masa-masa memperoleh kekalahan maupun kemenangan.

Kedua, Al Qur’an diturunkan secara bertahap kepada Rasulullah SAW. memberikan semangat dan membantu Rasulullah SAW. secara batiniah bagi keberlanjutan proses dakwah Rasulullah SAW. Allah berfirman:

وَقَالَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ لَوۡلَا نُزِّلَ عَلَيۡهِ ٱلۡقُرۡءَانُ جُمۡلَةً۬ وَٲحِدَةً۬‌ۚ ڪَذَٲلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِۦ فُؤَادَكَ‌ۖ وَرَتَّلۡنَـٰهُ تَرۡتِيلاً۬ (٣٢)

Artinya:

“Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al-Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah supaya kami perkuat hatimu dengannya dan kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).” (QS. Al- Furqan : 32)

Ketiga, Risalah Islam mengalami berbagai keraguan, tuduhan-tuduhan, kondisi politik yang tidak menentu dan cobaan lainnya yang berasal dari kaum musyrik. Untuk menghadapi semua itu, Rasulullah SAW. memerlukan bantuan dari Al Qur’an. Dan bantuan tidak akan maksimal bila Al Qur’an tidak diturunkan secara berangsur-angsur, karena pada waktu itu kondisi memerlukan proses yang harus melewati tahapan-tahapan tertentu secara terus-menerus dan berkelanjutan.

وَلَا يَأۡتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئۡنَـٰكَ بِٱلۡحَقِّ وَأَحۡسَنَ تَفۡسِيرًا (٣٣) 

Artinya:

"Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.” (QS. Al-Furqan : 33)

Manna’ al-Qaththan dalam kitab Mabahits fi ‘Ulum Al Qur’an-nya juga memberikan beberapa kesimpulan tentang hikmah turunnya Al Qur’an secara berangsur-angsur, yaitu:

  • Untuk meneguhkan hati Rasulullah SAW. dalam menghadapi kaum yang memiliki watak dan sikap yang begitu keras.
  • Tantangan dan mukjizat. Kaum musyrikin sering mengajukan pertanyaan- pertanyaan dengan maksud melemahkan dan menantang untuk menguji kenabian Rasulullah SAW., mengajukan hal-hal batil dan tidak masuk akal, seperti masalah hari kiamat. Maka turunlah Al Qur’an untuk menjealaskan kepada mereka suatu kebenaran dan jawabanyang amat tegas atas pertanyaan mereka itu.
  • Untuk memudahkan hafalan dan pemahaman, sebab Al Qur’an turun di tengah-tengah ummat yang tidak pandai membaca dan menulis. Dan yang menjadi catatan mereka adalah hafalan dan daya ingatnya.
  • Relevan dengan peristiwa, pentahapan dan penetapan hukum. Manusia tidak akan mudah mengikuti dan tunduk kepada agama yang baru ini, jika Al Qur’an tidak memberikan strategi yang jitu dalam merekonstruksi kerusakan dan kerendahan martabat mereka.
  • Karena proses turunnya yang berangsur-angsur, maka orang pun mengkajinya sedikit demi sedikit. Ketika itu, mereka mendapati rangkaiannya yang tersusun cermat sekali dengan makna yang saling bertaut, dengan redaksi yang begitu teliti, ayat demi ayat, surat demi surat yang terjalin saling bertautan bagaikan rangkaian mutiara yang indah dan belum pernah ada bandingannya.
  •  Mempunyai faedah dalam pendidikan dan pengajaran. Proses turunnya yang secara berangsur-angsur dan bertahap merupakan bantuan yang paling baik bagi jiwa manusia dalam upaya menghafal Al Qur‘an, memahami, mempelajari, memikirkan makna-maknanya dan mengamalkan kandungannya.

Pernyataan yang diungkap oleh beberapa ulama di atas menyangkut hikmah penurunan Al Qur‘an secara bertahap mencerminkan suatu pengakuan hubungan yang nyata bahwa teks Al Qur‘an ternyata tidak hanya merespon kondisi penerima wahyu pertama semata, yaitu Rasul SAW. Tetapi lebih dari itu realitas kultural pun masuk dalam cakupan perhatiannya. Dan antara Al Qur‘an dengan penerima pertama dan masyarakat sebagai objek sasarannya yang memiliki kondisi tersendiri haruslah menjadi perhatian dan tidak bisa dilepaskan dan dipisahkan begitu saja. Artinya, bahwa yang ideal adalah teks dan realitas harus berjalan seiringan. Karena alasan ini pula pemahaman tentang ilmu asbabun nuzul menjadi penting untuk dimiliki.

Sumber: 

Last Modified: 17 Februari 2024