Materi Fikih MTs Kelas IX: Wadiah (Titipan)

A. Pengertian Wadi’ah.

Wadi’ah menurut bahasa berarti titipan / sesuatu yang dititipkan. Menurut ulama Syafi’iyyah dan Malikiyyah, wadi’ah adalah gambaran penjagaan kepemilikan sesuatu terhadap barang-barang pribadi yang penting dengan cara tertentu. Jadi wadi’ah adalah menitipkan suatu barang kepada orang lain dengan maksud dipelihara dan dirawat sebagaimana mestinya.

B. Dasar Hukum Wadi’ah

Akad wadi’ah merupakan akad yang diperbolehkan (mubah) menurut syariat. 

Al Qur'an:

وَاِنْ كُنْتُمْ عَلٰى سَفَرٍ وَّلَمْ تَجِدُوْا كَاتِبًا فَرِهٰنٌ مَّقْبُوْضَةٌ ۗفَاِنْ اَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِى اؤْتُمِنَ اَمَانَتَهٗ وَلْيَتَّقِ اللّٰهَ رَبَّهٗ ۗ

Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya. ....” (QS. Al-Baqarah [2]: 283).

Hadis Nabi Saw.

Artinya: ”Tunaikanlah amanah (titipan) kepada yang berhak menerimanya dan janganlah membalas khianat kepada orang yang menghianatimu.” (HR. Abu Daud).

C. Rukun Wadi’ah

  1. Orang yang menitipkan (al-mudi’ atau muwaddi’).
  2. Orang yang dititip (al-muda’atau mustauda’).
  3. Barang titipan (wadi’ah).
  4. Sighat ijab kabul.

D. Syarat-syarat Wadi’ah

1. Syarat orang yang menitipkan (muwaddi’) dan orang yang dititipi (mustaudi’)

  • Baligh. Tidak sah melakukan akad dengan anak yang belum baligh. Namun, ulama Hanafiyah memperbolehkan berakad dengan anak yang sudah mumayyiz dengan persetujuan walinya.
  • Berakal sehat.Tidak sah berakad dengan orang gila atau orang yang sedang kehilangan akal karena mabuk.

2. Syarat barang yang dititipkan

  • Barang  yang dititipkan harus berupa harta yang bisa disimpan dan  diserahterimakan serta memiliki nilai (qimah).
  • Syarat sighat (ijab kabul). Ijab harus dinyatakan dengan ucapan dan perbuatan. Ucapan bisa sarih (jelas) ataupun kinayah (sindiran). Contoh sighat sharih: Saya titipkan barang ini kepadamu.” Kabul “Saya terima titipan ini.” Sementara menurut  ulama    mazhab Maliki, lafal kinayah harus disertai dengan niat.

E. Hukum Menerima Wadi’ah

  1. Wajib, bagi orang yang percaya bahwa dirinya mampu dan sanggup menjaga amanah terhadap barang yang dititipkan kepadanya, sementara tidak ada orang lain yang sanggup dan dapat dipercaya menjaga barang titipan tersebut.
  2. Sunnah, bagi orang yang percaya bahwa dirinya mampu dan sanggup menjaga amanah terhadap barang yang dititipkan kepadanya.
  3. Haram bagi orang yang percaya dan yakin bahwa dirinya tidak mampu menjaga amanah terhadap barang titipan.
  4. Makruh bagi orang yang percaya dirinya mampu menjaga barang titipan tetapi masih ada unsur keraguan akan kemampuan itu.

F. Macam-macam Wadi’ah

1. Wadi’ah yad al-amanah

Wadi’ah yad al-amanah yaitu barang yang dititipkan oleh pihak pertama (penitip) kepada pihak lain (perorangan/lembaga penitipan) untuk memelihara (menyimpan) barang tersebut. Sedangkan, pihak lain (pihak yang menerima titipan) tidak dibebankan terhadap kerusakan atau kehilangan pada barang titipan tersebut.

Harta atau barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan oleh penerima titipan. Ia hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa boleh memanfaatkannya. Sebagai kompensasi, maka penerima titipan diperkenankan untuk membebankan biaya kepada yang menitipkan. Akad ini dalam sistem perbankan syariah dikenal dengan Save Deposit Box.

2. Wadi’ah yad ad-dhamanah

Wadi’ah ini merupakan titipan barang/uang yang dititipkan oleh pihak pertama kepada pihak lain untuk memelihara barang/uang tersebut dan pihak lain dapat memanfaatkannya dengan seizin pemiliknya. Pihak lain/penerima titipan menjamin untuk mengembalikan titipan itu secara utuh setiap saat saat pemilik menghendaki. Sebagai konsekuensinya, jika uang itu dikelola pihak lain (misalnya bank) ternyata mendapatkan keuntungan, maka seluruh keuntungan menjadi milik pihak yang menerima titipan.

Wadi’ah secara profesional banyak dipraktikkan oleh bank yang menggunakan sistem syariah, seperti Bank Muamalah Indonesia (BMI). Bank Muamaah Indonesia mengartikan wadi’ah sebagai titipan murni yang dengan seizin penitip boleh dikelola oleh bank. Konsep wadi’ah yang dikembangkan oleh Bank Muamalat Indonesia adalah wadi’ah yad ad-dhamanah yakni titipan dengan resiko ganti rugi. 

G. Jenis Barang Wadi’ah

  1. Harta benda.
  2. Uang.
  3. Dokumen penting (saham, surat perjanjian atau sertifikat).
  4. Mengganti Barang Wadi’ah

Tidak wajib mengganti barang titipan jika ada kerusakan, kecuali karena perilaku gegabah dari penerima titipan.