Kritik yang kerap dikedepankan oleh peneliti atau ilmuwan
sosial kritis terhadap pendekatan positivistik adalah bahwa mereka hanya
berkutat pada persoalan verivikasi empiris atas berbagai teori yang sudah
ditemukan. Verivikasi itu mereka lakukan secara berulang, sehingga dunia mereka
lebih banyak melakukan sesuatu yang berulang-ulang. Dari teori yang sudah ada,
peneliti kuantitatif yang berakar pada posivistik, umumnya membuah model
konseptual dan teori, kemudian merumuskan hipotesis dan menguji hipotesis.
Ketika hipotesis yang diuji secara empirik ditemukan diterima, maka ”langgeng”
lah teori itu. Dan, ketika hipotesis tersebut ditolak, maka direvisilah teori
tersebut. Dari hasil temuan tersebut, peneliti kuantitatif yang berbasis pada
tradisi positivistik umumnya hanya bisa memberikan rekomendasi, baik
rekomendasi yang terkait vervikasi teori maupun yang terkait dengan perbaikan
praksis. Peneliti kuantitatif tidak terlibat dalam mengaplikasikan
rekomendasinya, karena rekomendasi yang diberikan bukanlah ia lakukan,
melainkan ditujukan kepada pihak lain. Dengan perkataan lain, di tingkat
praksis ini, peneliti kuantitatif ”lari dari tanggungjawab” sebagai pelaksana
rekomendasi.
Kritik yang dikedepankan oleh peneliti kritis terhadap
peneliti kualitatif yang berakar pada tradisi hermeunitik juga tertuju pada
perkara tak menyatunya antara riset yang mereka lakukan
dengan tindakan yang mereka ambil. Para peneliti kualitatif, setelah bergulat
di lapangan, lazimnya hanya menyimpulkan, baik dalam bentuk hipotesis kerja
maupun dalam bentuk teori substantif. Dari hipotesis kerja dan teori
substantif, umumnya mereka merekomendasikan agar apa yang sudah mereka temukan,
diverivikasi lebih lanjut agar menjadi teori formal. Bahkan karena sifat
risetnya yang studi kasus, studi multi kasus, studi multi situs, ia sendiri
tidak dapat menggeneralisasi hasil risetnya untuk populasi yang lebih luas.
Akibatnya, rekomendasi yang ia berikan bersifat terbatas, hanya terbatas pada
konteks penelitiannya. Rekomendasi yang ia berikan mungkin bagus, teapi ia sendiri
tidak pernah terlibat dalam implementasi rekomendasi. Ia juga lari dari
tanggungjawab sosialnya, ketika rekomendasi tersebut harus diaplikasikan.
Oleh karena iu, baik riset kuantitatif maupun riset
kualitatif, sama-sama ”lari dari tanggungjawab” untuk memecahkan masalah
lapangan, karena dua pendekatan riset ini sama-sama membedakan antara wilayah
teoritik dan wilayah praktis. Dunia teori dan dunia praktik telah
didikhotomikan, sehingga antara teoritisi dan praktisi berada di ruang yang
berbeda. Oleh karena itulah, riset kritis bermaksud untuk menjembatani dua
dunia yang dipisahkan tersebut. Bahwa antara teori dan pratik tidaklah harus
dipisahkan. Bahwa antara peneliti dan pelaku tindakan tidak harus dibedakan.
Penelitian tindakan, berakar pada tradisi kritis, memberikan jawaban terhadap
kesenjangan antara teori dan praktik tersebut.
Sumber:
Makalah Ali Imran: PENELITIAN TINDAKAN SEKOLAH UNTUK KEPALA SEKOLAH DALAM RANGKA PENINGKATAN KINERJA PEMBELAJARAN
Makalah Disampaikan pada Sosialisasi Akuntabilitas Kinerja Kepala Sekolah Dalam Inovasi Pembelajaran