Model Pendidikan Terbuka Jarak Jauh - Dual Mode

Setelah kita membahasa tentang Singgle Mode pada Penddikan Terbuka Jarak Jauh, kali ini kita akan bahasa model kedua yaitu dual mode. 

Banyak program PTJJ dikembangkan  di universitas yang menerapkan model model dual mode, dengan mendirikan suatu unit atau divisi khusus yang menangani siswa jarak jauh. Dalam model ini ada dua kelompok siswa, yaitu mereka yang belajar secara tatap muka di kelas, dan mereka yang belajar secara jarak jauh tanpa atau dengan syarat tatap muka yang sangat minimum.  Dua kelompok ini secara teoritis mendapatkan pelayanan yang sebanding dari lembaga, sekalipun kenyataannya mahasiswa tatap muka memeiliki lebih banyak kemudahan dlam hal akses ke berbagai sumber belajar di kampus.  Secara historis, model dual mode dipergunakan untuk menangkal kecurigaan terhadap PTJJ sebagai menurunkan standar pendidikan.   Kesamaan penghargaan antara  pembelajaran tatap muka dan jarakj jauh dapat dicapai dengan menugaskan staf akademik  yang sama, mengajar dan menguji dua kelompok siswa yang berbeda. Keduanya mendapatkan gelar yang sama, sekalipun model pembelajaran mereka berbeda.  Negara seperti Australia dan New Zealand adalah pelopor penerapan model dual mode untuk pendidikan tinggi. 

Pada universitas dual mode, dua kelompok mahasiswa memiliki karakteristik yang berbeda dalam banyak hal.  Mahasiswa tatap muka umumnya lebih muda dan mengikuti pendidikan universitas langsung setelah menamatkan sekolah menengah.  Mahasiswa jarak jauh umumnya lehih tua, lebih kaya dalam pengalaman hidup maupun pekerjaan, serta mimiliki keluarga serta komitmen lainnya.  Banyak di antara mereka bahkan tidak menamatkan sekolah menengah atas, dan mereka masuk universitas melalui skema ‘matang usia’ yang dimungkinkan terjadi di negara maju.  Banyak orang beranggapan bahwa mahasiswa jarak jauh merupakan mahasiswa ‘kelas dua’,  sebagaimana banyak orang beranggapan bahwa PTJJ adalah upaya menyediakan pendidikan ‘peluang kedua’.  Sebelum diperkenalkannya sistem univeritas terbuka, cara yang dapat diterima untuk memberikan kesempatan kepada orang dewasa yang sudah bekerja untuk belajar di perguruan tinggi adalah melalui program jarak jauh yang diselenggarakan oleh lembaga konvensional.

Model  dual mode memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh model single mode. Model dual mode memiliki landasan dan keterpautan yang kuat karena staf akademik bertanggung jawab penuh dalam proses  belajar dan pembelajaran, penulisan bahan ajar, menggunakan kombinasi bahan belajar mandiri dan pertemuan tatap muka  dan evaluasi siswa. Penyampaian bahan, sistem pembelajaran dan layanan yang diberikan berbeda sesuai dengan syarat  yang dikehendaki masing-masing sistem pembelajaran atau kelompok siswa.  Model ini memungkinkan terjaganya kesamaan penghargaan dan gelar terhadap siswa tatap muka dan jarak jauh.  Dalam model ini ada integrasi pembelajaran tatap muka dan jarak jauh sehingga menjamin standar pendidikan, legitimasi, dan kredibilitas. Sistem dual mode  memungkinkan penawaran program atau matapelajaran yang bervariasi dan memungkinkan staf akademik untuk  bekerja dalam lingkungan yang berorientasi pada penelitian, di samping pendidikan dan pengabdian kepada masyarakat. Model ini memberikan penekanan pada interaksi dan komunikasi, baik secara tatap muka maupun melalui media.

Beberapa kritikan dilontarkan terhadap model dual mode.   Keterbatasan waktu untuk pengembangan bahan ajar menjadi masalah utama karena staf akademik bertanggung jawab mengajar tatap muka pula.  Banyak di antara staf tidak melewati pendidikan dan pelatihan formal dalam bidang pengembangan bahan ajar jarak jauh.  Ada keterbatasan pemanfaatan sumber daya untuk perbaikan kualitas bahan ajar dan pengembangan dalam skala besar, variasi media dan teknologi untuk siswa jarak jauh, karena secara bersamaan lembaga harus memanfaatkan sumber dayanya yang terbatas untuk pembelajaran tatap muka.  Sekalipun demikian banyak lembaga dual mode telah berupaya dan berhasil meningkatkan investasi dan pemanfaatan media dan teknologi serta menerapkan metode yang lebih sistematik dalam pengembangan bahan ajar.  Penerapan kebijakan kendali mutu bagi seluruh program PTJJ merupakan dilema bagi model dual mode, karena program PTJJ pada lembaga konvensional sering dianggap sebagai produk sampingan.  Selain itu ada faktor pembatas untuk mempertahankan dua sistem pembelajaran tatap muka dan jarak jauh berlaku efektif (Zuhairi, 1998).   

Bagi kalangan pendidikan di Indonesia, model dual mode masih belum banyak dikenal, dan masih perlu diamati dan diteliti lebih lanjut perkembangannya.  Secara peraturamn dimungkinkan suatu lembaga pendidikan tinggi konvensional di Indonesia menyelenggarakan program tatap muka dan jarak jauh.  Namun sampai saat ini belum banyak lembaga konvensional yang mencoba menerapkan PTJJ.  Banyak lembaga di Indonesia memilih membuka kelas jauh dengan sistem tatap muka. Ini menandakan bahwa sebenarnya bahwa PTJJ belum begitu dikenal di  kalangan akademik di kampus konvensional, yang semestinya diharapakan lebih dapat bersikap dan bertindak inovatif, terbuka terhadap gagasan dan penemuan baru dalam pemanfaatan teknologi atau metode baru, termasuk metode PTJJ.

Sumber: Materi Program MOOCs Pendidikan Jarak Jauh UT

Zuhairi, A.. (2002). Model-model pendidikan  terbuka dan jarak jauh. Dalam Belawati, T (Ed.). Pendidikan terbuka dan jarak jauh: Didedikasikan kepada Dr. Setijadi, M.A. 45-59.