Multigrade teaching
atau pembelajaran kelas rangkap di SD sudah banyak dilaksanakan di
Indonesia di negara-negara maju hal ini sudah menjadi bagian dari sistem
pendidikan secara utuh. Pengembangan dan penggunaan model ini dilakukan karena
faktor kekurangan tenaga guru, letak geografis yang sulit dijangkau, jumlah
siswa relatif kecil, keterbatasan ruangan, atau ketidakhadiran guru.
Pembelajaran Kelas Rangkap merupakan model pembelajaran dengan mencampur beberapa siswa yang terdiri dari dua atau tiga tingkatan kelas dalam satu kelas dan pembelajaran diberikan oleh satu guru saja untuk beberapa waktu. Pembelajaran kelas rangkap sangat menekankan dua hal utama, yaitu kelas digabung secara terintegrasi dan pembelajaran terpusat pada siswa sehingga guru tidak perlu berlari-lari antara dua ruang kelas untuk mengajar dua tingkatan kelas yang berbeda dengan program yang berbeda.
Namun murid dari dua kelas bekerja secara sendiri-sendiri di ruangan yang sama, masing-masing duduk di sisi ruang kelas yang berlainan dan diajarkan program yang berbeda oleh satu guru. Pembelajaran Kelas Rangkap adalah suatu bentuk pembelajaran yang mensyaratkan seorang guru mengajar dalam satu ruangan kelas atau lebih, dalam saat yang sama, dan menghadapi dua atau lebih tingkat kelas yang berbeda (IG.AK.Wardhani, 1998).
Alasan dilakukannya Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR) tidak hanya karena faktor kekurangan guru. PKR juga sering diterapkan karena alasan letak geografis yang sulit dijangkau, ruangan kelas terbatas, kekurangan tenaga guru, jumlah siswa yang relatif sedikit, guru berhalangan hadir, atau mungkin faktor keamanan seperti di daerah pengungsi.
Katz (1992), menegaskan bahwa kelas rangkap dilaksanakan tidak hanya karena alasan-alasan letak gegorafis, kekurangan murid, atau kekurangan tenaga guru, akan tetapi lebih dari itu adalah bagaimana meningkatkan mutu pendidikan melalui fasilitasi yang tinggi bagi perkembangan dan potensi siswa. Oleh karena itu dia mengembangkan tiga jenis kelas rangkap dalam rangka pembelajaran; 1) Combined grades, 2) continuous progress, 3) mixed age/multiage grouping.
Model pertama Combine grades; atau juga dikatakan sebagai combined classess, dimana dalam satu kelas terdapat lebih dari satu tingkatan kelas anak. Membagi kelas menjadi beberapa bagian sesuai dengan tuntutan kurikulum untuk beberapa tingkatan atau hanya dua tingkatan. Tujuan utamanya adalah untuk memaksimalkan kemampuan siswa dan pemahaman lingkungan juga meningkatkan sikap dan pengalaman dalam kelompok-kelompok umur yang berbeda.
` Model kedua Continuous progrees; model ini berupa kelompok anak dengan pencapaian kurikulum yang tinggi dimana proses belajar mengajar melihat keberlanjutan pengalaman dan tingkat perkembangan anak, dalam model ini setiap anak berkesempatan untuk terus berkelanjutan dalam mengikuti setiap tingkatan kelas sesuai dengan lama sekolah, tujuannya adalah setiap anak berkesempatan untuk memperoleh keuntungan dari perbedaan umur dan perbedaan sikap dan kemampuan ketika belajar bersama.
Model ketiga mixed age/multiage grouping; dimana proses pembelajaran dan praktek kurikulum memaksimalkan keuntungan dari berinteraksi dan bekerjasama dari beragam umur. Dalam model ini grup dibuat secara fleksibel atau proses re gruping anak dibuat dalam kelompok umur, jenis kelamin, kemampuan, mungkin terjadi satu guru mengajar untuk lebih dari satu tahun.
Alasan dengan menggunakan model berbagai tingkatan umur ini multiage grouping ini adalah;
- Memberikan kesempatan kepada anak untuk belajar tanpa rasa takut dan salah.
- Siswa disediakan kegiatan dengan berbagai jenis.
- Dengan model ini memungkinkan anak dapat belajar tentang aspek sosial, pemahaman tentang diri dan orang lain, kepercayaan diri dan konsep diri, partisipasi anak dalam kelompok, pada akhirnya dapat meningkatkan hubungan sosial dan pertemanan.
- Tidak ada titik signifikansi antara kelompok umur.
Alasan di
Adakannya Kelas rangkap
Pembelajaran kelas
rangkap merupakan suatu kajian strategi pembelajaran, yang menjadi pilihan
dalam melaksanakan proses pembelajaran. Pembelajaran kelas rangkap yang
disingkat (PKR) relatife baru di dalam dunia pendidikan dan tidak banyak
sekolah yang melaksanakan PKR ini.
Pengertian pembelajaran kelas rangkap sesungguhnya di mana seorang guru atau sekelompok guru mengelola kelas, yang terdapat berbagai siswa dari tingkatan kelas yang berbeda atau usia yang bervariasi dengan kemampuan yang bervariasi pula dalam satu ruangan untuk tujuan pembelajaran yang bermakna bagi siswa.Pada ringkasan materi ini akan dibahas lebih mendalam tentang alasan di perlukannya oleh guru dan calon guru.
Alasan Psikologis-Pedagogis
Menurut statistik
persekolahan tahun 1990 di Indonesia sedikitnya terdapat 12.000 SD yang hanya
memiliki guru-3 orang per SD. Sedangkan menurut UNESCO (Djalil: 1997) pada
tahun 1980-an di Indonesia terdapat sekitar 20.000 SD yang memiliki guru 1-3
orang. SD-SD tersebut pada umumnya memiliki jumlah murid yang sedikit. Karena
jumlah guru dan jumlah muridnya sedikit maka pelaksanaan pembelajaran
sehari-hari menerapkan pendekatan pembelajaran kelas rangkap (PKR)
Di Indonesia selama ini pelaksanaan PKR hanya disikapi sebagai suatu keterpaksaan atau keadaan darurat. Berbeda dengan Negara lain Australia, Amerika Serikat, Belanda, RRC Meksiko, Kolumbia, dan negara-negara kecil di Samudra Pasifik PKR sudah lama di praktekkan dengan sengaja. Di Australia kajian Ilmiah mengenai PKR dan kepustakaan mengenai PKR sudah cukup banyak. Sementara di Indonesia kajian dan kepustakaan tentang PKR sangat terbatas. Baru tercatat satu penelitian tentang PKR (Soemardi dkk: 1996) dan baru satu seri modul PKR Universitas Terbuka (Arial Djalil dkk, : 1997)
Bila dilihat dari bidang kajian psikologi pendidikan terdapat konsep “perbedaan individual” atau “Individual differences”. Konsep ini memberi informasi bahwa setiap anak didik bersifat unik. Artinya di samping memiliki persamaan juga memiliki perbedaan. Perbedaan ini mungkin terjadi karena perbedaan jenis kelamin, usia dan lingkungan.
Secara psikologis seperti diteorilkan oleh Piaget dan Bell-Gredler (1986), setiap anak memiliki tingkat perkembangan atau “cognitive development” sesuai rentang usianya mulai dari tingkat terendah sensori motor (masa bayi) samapai tingkat tertinggi operasi formal (usia 12 tahun ke atas). Secara psikologis-sosiologis setiap anak memiliki tuntutan perilaku peran yang berbeda-beda sebagaimana diteorikan oleh Havighurst (Alberty: 1958) dalam konsep tugas-tugas perkembangan atau development task. Misalnya, tuntutanperilaku pera anak laki-laki dan perempuan walaupun usianya sama, memiliki perbedaan. Anak laki-laki biasanya mengikuti perilaku pera ayah, sedangkan anak perempuan biasanya mengikuti perilaku peran ibu. Secara moral anak juga memiliki tingkat perkembangan moralita, sebagaimana diteorikan oleh Kohlberg (1975) dalam konsep cognitive moral development.
Semua unsur perbedaan dalam diri anak baik dari sudut perkembangan berfikir dan moralita maupun dari sudut tugas-tugas perkembangan , dalam arti kondisi dan situasi pereskolahannya secara pedagogis (pendidikan) seyohyanya mendapatkan perhatian dan layanan yang sesuai.
Bentuk perhatian
dan layanan pendidikan dapat berupa penggunaan pendekatan pembelajaran yang
mampu mewadahi perbedaan individual anak. Pembelajaran klasikal-individual
dapat dinilai jauh lebih sesuai untuk itu dari pada pembelajaran
klasikal-massal.
Dalam pembelajaran klasikal-individual walaupun anak berada dalam satu kelas tetapi layanan pembelajaran diberikan secara individual atau kelompok sesuai tingkatan keunikannya. Sedangkan dalam pembelajaran klasikal-massal anak dalam satu kelas cenderung mendapat perlakuan yang serba sama.
Konsep dan model PKR yang di dalam berbagai kepustakaan dikenal dengan multigrade teaching” (Miller: 1989) “the multiage classroom” (Fogarty: 1992) atau “multiple claas teaching” (UNESCO:1988) merupakan pendekatan pembelajaran yang dirancang untuk memberi perhatian dan melayani perbedaan individual anak untuk satu atau lebih dari satu kelas, kedalam satu atau lebih dari satu ruangan.
Secara teoritik sesungguhnya PKR itu dirancang terutama untuk memberi layanan perbedaan individual dalam proses pembelajaran dan bukan semata-mata untuk mengatasi kekurangan guru dalam satu kelas. Selain itu dapat ditambahkan alasan lain yakni sebagai upaya pembentukan keterampilan sosial atau social skills dealam konteks sosial atau kelompok seperti dalam penerapan konsep Open Classroom di USA. (Raka Joni: 1998).
Karena itu PKR dapat diterapkan baik disekolah kecil, misalnya SD dengan jumlah guru dan jumlah muridnya kecil, maupun di sekolah biasa yang jumlah guru dan jumlah muridnya memadai. Dengan kata lain PKR, sesungguhnya berkembang sejalan dengan konsep dan prinsip psikologis dan pedagogis yang berlaku.
(Sumber: Materi Kuliah Classroom Management UT)
Demikian pembahasan tentang Pembelajaran Kelas Rangkap. Semoga dapat menambah pemahamannya tentang Pembelajaran,. Kritik dan saran melalui kolom komentar dibawah. Save dan share artikel ini untuk berbagi pengetahuan dengan klik ikon dibawah ini.
Social Media