Manusia Sebagai Makhluk Budaya
Dalam pengertian sempit kebudayaan sering kali diartikan sebagai
adat tradisi atau kebiasaan sehingga sering kali dicontohkan dengan upacara
adat. Untuk pengertian yang lebih luas maka kebudayaan sering kali dipahami
sebagai cara manusia mengelola kehidupannya, contohnya adalah adaptasi
masyarakat terhadap lingkungan alam. Kebudayaan juga sering kali dipahami
secara awam, di mana orang awam menyebutkan kesenian, rumah adat, upacara adat
atau bangunan kuno sebagai kebudayaan. Namun bagi para ahli kebudayaan, mereka
selalu berusaha memberikan rumusan dalam rangka menyajikan pengertian
kebudayaan secara lebih menyeluruh.
Kebudayaan berasal dari kata buddhayah
(bahasa sangsekerta) yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Edward B. Taylor menjelaskan kebudayaan merupakan
kompleks keseluruhan yang meliputi pengetahuan,kepercayaan, kesenian, hukum,
moral, kebiasaan, serta lain-lain kecakapan dan kebiasaan yangdiperoleh manusia
sebagai anggota masyarakat. Sedangkan, Koentjaraningrat melihat kebudayaan
sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Pada
dasarnya pengertian kebudayaan meliputi sistem gagasan, sistem kelakuan dan
hasil karya. Terkait dengan hal ini, Koentjaraningrat mengemukakan bahwa
kebudayaan memiliki tiga wujud yaitu sebagai 1) suatu kompleks dari ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya, 2) kompleks
aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan 3) benda-benda
hasil karya manusia.
Suatu kebudayaan tercipta sebagai hasil interaksi antara manusia
dengan alam. Manusia adalah makhluk yang sangat kompleks baik menyangkut
masalah fisik, pola perilaku, daya nalar, bahkan kehidupan yang dihadapi. Manusia
memiliki berbagai kemampuan dalam mengatasi kompleksitas kebutuhan hidupnya
antara lain melalui 1) akal, intelegensia, dan intuisi, 2) perasaan dan emosi, 3)
kemauan, 4) fantasi, 5)Perilaku, 6) eksternalisasi, 7) objektivasi, dan 8) internalisasi.
Dengan demikian, manusia sebagai makhluk budaya merupakan makhluk pencipta
kebudayaan.
Salah satu kharakteristik kebudayaan adalah sifatnya yag dinamis. Terdapat
beberapa sebab yang dapat melatarbelakangi terjadinya perubahan/dinamika
kebudayaan, di antaranya adalah 1) perubahan lingkungan alam, 2) perubahan
karena kontak dengan suatu kelompok lain, dan 3) Perubahan karena adanya
penemuan (discovery)
Pada akhir abad XX ada kecenderungan proses peningkatan kesalingtergantungan
masyarakat dunia yang dinamakan globalisasi. Walters, berpandangan bahwa
globalisasi berlangsung di tiga bidang kehidupan yaitu perekonomian, politik
dan budaya. Globalisasi ekonomi berlangsung di bidang perdagangan, produksi,
investasi, ideologi organisasi, pasar modal dan pasar tenaga kerja. Globalisasi
politik terjadi di bidang kedaulatan negara, fokus kegiatan pemecahan masalah,
organisasi internasional, hubungan internasional dan budaya politik.
Globalisasi budaya terjadi dalam bidang apa yang dinamakan ide keagamaan (sacriscape), etnisitas (ethnoscape), pola pertukaran benda
berharga (econoscape), produksi dan
distribusi gambaran yang sama ke seluruh dunia (mediascape), serta pariwisata (leisurescape).
Prof Fuad Hasan berpandangan bahwa peningkatan pertemuan kebudayaan
global akan saling mempengaruhi, tetapi pertemuan antarbudaya itu tidak
berlangsung secara timbal balik, melainkan tetap cenderung bersifat satu arah.
Pihak yang didukung oleh teknologi canggih akan lebih berfungsi sebagai
pengalih (transmitter) nilai-nilai
kebudayaan dan norma-norma kemasyarakatan.
Salah satu hal yang membedakan manusia dengan makhluk Tuhan
lainnya adalah akal dan budi. Akal adalah kemampuan pikir makhluk manusia yang merupakan
kodrat alami yang dimiliki manusia. Budi, yang berarti akal, berasal dari kata budhi (bahasa Sanskerta), yang diartikan
sebagai batin manusia, serta panduan akal dan perasaan yang dapat menimbang
baik buruk segala sesuatu.
Pada saat seorang anak manusia dilahirkan di dunia, manusai
merupakan makhluk yang keberlangsungan hidupnya sangat tergantung pada makhluk
manusia lainnya dan kebudayaan yang ada di sekitarnya. Melalui proses ini
seorang anak manusia berproses menjadi manusia seutuhnya. Dalam memahami proses
menjadi manusia tersebut, maka perlu diketahui dan dipahami konsep-konsep
budaya dasar yang penting di dalam kehidupan manusia. Konsep-konsep tersebut di
antaranya cinta, keindahan, kegelisahan, penderitaan, keadilan, 6.pandangan hidup,
tanggung jawab, dan pengabdian.
Hubungan antara manusia dengan kebudayaan tidak dapat terpisahkan.
Tidak akan ada kebudayaan tanpa ada manusia, dan manusia tidak akan pernah
mencapai puncak potensinya sebagai manusia tanpa kebudayaan. Proses
perkembangan kebudayaan tidak akan pernah berhenti seiring dengan terus
mengalirnya kebutuhan manusia sebagai pemilik kebudayaan tersebut yang juga
tidak pernah berhenti. Manusia dengan kemampuan akal dan budinya, terus
mengembangkan berbagai macam sistem tindakan demi memenuhi keperluan hidupnya,
dan ini diperoleh dengan cara belajar. Dari proses belajar itu selanjutnya
muncul apa yang dinamakan kebudayaan. Hampir semua tindakan manusia adalah
kebudayaan, karena sangat sedikit tindakan manusia dalam rangka kehidupan
bermasyarakat yang tidak perlu dibiasakan dengan belajar (tindakan naluriah).
Bahkan berbagai tindakan manusia yang sifatnya naluriah pada akhirnya juga
diubah menjadi tindakan kebudayaan. Proses pembudayaan dapat diperoleh melalui
proses belajar baik dalam bentuk formal maupun informal.
Proses pembudayaan antara lain melaui 1) internalisasi,
sosialisasi, enkulturasi, dan akulturasi.
Pada proses internalisasi kebudayaan diserap ke dalam struktur
kesadaran subjektif manusia, sehingga menentukan manusia tersebut. Manusia
mempelajari kebudayaan tersebut sehingga terbentuk olehnya, mengidentifikasikan
diri dengannya, serta kebudayaan itu masuk ke dalam dirinya dan menjadi
miliknya. Individu tidak hanya memiliki kebudayaan tersebut tetapi juga
mewakili dan menyatakannya. Pada proses ini kita dapat melihat bagaimana fakta
objektif dari dunia sosial menjadi fakta subjektif dari individu.
Menurut Berger sosialisasi, merupakan proses melalui mana seorang
anak belajar menjadi anggota dan berpartisipasi dalam masyarakat. Sosialisasi
mengajarkan berbagai peran. Menurut Mead, setiap anggota baru di masyarakat
harus mempelajari peran-peran yang ada. Proses ini dinamakan proses pengambilan
peran. Dalam proses ini seorang anak belajar untuk mengetahui peran yang harus
dijalankan serta peran yang harus dijalankan orang lain. Melalui penguasaan
peran di masyarakat seseorang dapat berinteraksi dengan orang lainnya. Pada
tahap awal, sosialisasi seorang anak biasanya terbatas pada sejumlah kecil
orang lain, yang biasa merupakan anggota
keluarga (significant others) terutama
ayah dan ibu. Kemudian di tahap lebih jauh, sosialisasi seseorang menjadi lebih
luas. Ia dianggap telah mampu mengambil peran-peran yang dijalankan orang lain
di dalam masyarakat (generalized others).
Seseorang yang tidak mengalami sosialisasi tidak akan dapat berhubungan dengan
orang lain.
Enkulturasi adalah proses penerusan kebudayaan dari generasi yang
satu ke generasi berikutnya. Melalui proses ini manusia mengetahui cara yang
secara sosial tepat untuk memenuhi kebutuhannya yang ditentukan secara
biologis. Dalam hal ini penting untuk membedakan antara kebutuhan yang bukan
hasil belajar (biologis) dengan cara-cara yang dipelajari untuk memenuhinya
(kebudayaan). Proses ini diawali sejak usia dini seorang manusia. Di dalam
berbagai masyarakat, proses enkulturasi di awali dari anggota keluarga inti.
Setelah itu, ketika umur individu bertambah, maka, orang-orang di luar keluarga dilibatkan
dalam prosesnya. Pihak-pihak di luar keluarga dapat terlibat secara informal
misalnya dalam kelompok-kelompok bermain atau secara formal misalnya dalam insitusi
pendidikan, agama dan lainnya
Akulturasi terjadi bila kelompok-kelompok individu yang memiliki
kebudayaan yang berbeda saling berhubungan secara langsung dengan intensif,
sehingga timbul perubahan-perubahan besar pada pola kebudayaan dari salah satu
atau ke dua kebudayaan yang bersangkutan. Akulturasi dapat terjadi antara
kebudayaan dua masyarakat yang posisinya relatif sama, namun juga dapat terjadi
antara dua masyarakat yang posisinya tidak sama.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa kebudayaan mempunyai
kemampuan berubah untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang selalu berubah.
Fuad Hasan mengemukakan bahwa selama suatu kebudayaan masih memiliki masyarakat
yang mengemban kebudayaan tersebut, maka setiap tahap di dalam perkembangan
kebudayaan akan menjadi pijakan bagi perkembangan tahap-tahap selanjutnya.
Setiap kebudayaan yang hidup memiliki dua daya yang saling berlawanan yaitu
daya preservatif (melestarikan) dan daya progresif (pembaharuan). Dalam rentang
antara dua daya inilah kebudayaan menampilkan sifatnya yang dinamis. Keadaan
yang dinamis dari suatu kebudayaan dalam suatu masyarakat merupakan interaksi
antara daya preservatif dengan daya progresif, di mana kemudian proses adanya
upaya pelestarian dan kemajuan dari suatu kebudayaan merupakan tanggung jawab
masyarakat pendukung kebudayaan itu sendiri.
(Materi Kuliah IBD UT Periode 2018.1)