Metode Penetapan Hukum

Bagian-bagian dari Al-Quran secara terus-menerus diturunkan kepada Nabi SAW, sejak awal kenabian tahun 609 Masehi hingga sebelum wafatnya Beliau SAW (632 Masehi), kurang lebih selama 23 tahun. Berbagai bagian dari al-Quran diturunkan sebagai jawaban dari problematika yang dihadapi oleh Nabi SAW dan para sahabat di Mekkah dan Madinah. Sejumlah ayat ditujukan sebagai jawaban langsung dari pertanyaan yang diajukan oleh kaum muslimin dan non muslim kala itu. Bahkan banyak dari ayat-ayat tersebut yang berbunyi “Mereka bertanya kepadamu.”

Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. (Al-Baqarah 2:217)

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.            (Al-Baqarah 2:219)

Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh. (Al-Baqarah 2:222)

Sebagian lagi diturunkan karena suatu insiden yang terjadi di zaman nabi. Contohnya adalah kisah Hilal bin Umayyah yang menuduh istrinya berselingkuh dengan salah seorang sahabat, Rasulullah bersabda,

“Jika kamu tidak mendatangkan bukti (tiga orang saksi) maka kamu akan dicambuk sebanyak delapan kali.”

Hilal berkata, “Wahai Rasulullah! Jika salah seorang dari kami melihat istrinya berselingkuh, apakah dia akan mencari saksi?” Rasulullah  pun kembali memintanya untuk membuktikan. Malaikat Jibril kemudian mewahyukan

Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta. Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar. (An-Nur 24:6-9)

Demikian halnya penetapan hukum dengan Sunnah, baik jawaban dari sebuah pertanyaan atau pernyataan pada saat suatu insiden terjadi. Sebagai contoh, suatu ketika salah seorang sahabat Nabi SAW bertanya,

“Wahai Rasulullah! Sesungguhnya kami pernah berlayar di laut dan hanya membawa sedikit air sebagai bekal. Jika kami pergunakan air tersebut untuk berwudhu, maka kami akan kehausan. Untuk itu, apakah kami boleh berwudhu menggunakan air laut? kemudia Rasulullah SAW menjawab, “Air laut itu suci dan mensucikan, di mana bangkai hewan yang berada di dalamnya pun halal. ”

Alasan penetapan hukum secara bertahap adalah agar lebih mudah diterima oleh kalangan Arab yang terbiasa hidup sebebas-bebasnya. Juga, mempermudah mereka untuk mempelajari dan memahami hukum-hukumnya karena alasan dan konteks penetapan hukum tersebut diketahui oleh mereka. Metode penetapan hukum yang bertahao tidak hanya diterapkan secara umum melainkan juga secara khusus. Contoh yang bagus tentang hal ini adalah bagaimana shalat diwajibkan. Pada periode Mekkah kewajiban shalat hanya dua kali sehari, satu kali di pagi dan satu kali di malam hari. Kemudian sebelum hijrah ke Madinah shalat diwajibkan kepada kaum mukminin lima kali sehari. Aka tetapi pada saat itu, masing-masing shalat hanya dua rakaat kecuali maghrib tiga rakaat. Setelah mereka terbiasa, maka jumlah rakaat shalat ditambah menjadi empat rakaat kecuali shalat subuh dan maghrib.

Sumber: 

Modified: 25/4/2024