Pengertian Sunnah, Hadits, Khabar dan Atsar

A. Sunnah

As-Sunnah adalah kata tunggal. Jamaknya adalah as-sunnan. Artinya secara bahasa: “jalan yang dilalui, terpuji atau tidak”, atau berarti “perjalanan” sebagaimana firman Allah SWT dan Sabda Nabi-Nya Shalallahu ‘alaihi wassalam.

Al-Qur’an surat Al-Isra’:77 yang artinya :

“(Kami menerangkan yang demikian) sebagai suatau ketetapan terhadap rasul-rasul Kami, yang Kami utus sebelum kamu dan tidak akan kamu temukan perubahan bagi ketetapan Kami tersebut”

Dan Al-Qur’an surat Al-Kahfi:56 yang artinya :

“Dan memohon ampunan kepada Tuhannya kecuali (keinginan menanti) datangnya hukum (Allah yang telah berlaku pada) umat-umat terdahulu.” 

Al-Hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim

“Siapa saja yang melakukan suatu perbuatan yang baik maka baginya mendapatkan pahala atas perbuatan itu dan pahala orang-orang yang mengerjakannya sampai hari kiamat. Siapa yang mengerjakan perbuatan jahat maka baginya mendapatkan dosa atas perbuatannya dan ikut juga menanggung dosa orang-orang yang mengikutinya sampai hari kiamat.”

Pada ahli berbeda-beda dalam memberikan defenisi sunnah menurut istilah. Hal ini disebabkan perbedaan latar belakang, persepsi dan sudut pandang mereka terhadap diri Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam, yakni :

Kalau menurut ulama Ahli Hadits, sunnah dapat diartikan segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan atau taqrir, perangai, budi pekerti, maupun perjalanan hidup, baik sebelum diangkat menjadi rasul ataupun setelah beliau menjadi rasul.

Dari defenisi di atas dapat diambil pemahaman bahwa para ahli hadits membawa masuk semua bentuk kebiasaan Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam (baik yang melahirkan hukum syara’ maupun tidak) ke dalam pengertian sunnah. Dan dengan sendirinya, merekapun memaknai sunnah sama dengan hadits.

Menurut Ahli Ushul sunnah diartikan segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam selain Al-Qur’anul Karim, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan yang memang layak dijadikan dalil bagi hukum syara’.

Dapat diambil kesimpulan bahwa sunnah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam, tetapi hanya yang berhubungan dengan syara’ baik perkataan, perbuatan dan ketetapan. Sedang semua yang melekat pada Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam tetapi tidak berhubungan dengan hukum syara’ serta terjadi sebelum diangkat menjadi Nabi, maka tidak dinamakan dengan sunnah.

Sedang menurut Ahli Fiqih, sunnah diartikan semua ketetapan yang berasal dari nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam selain difardhukan, diwajibkan dan termasuk kelompok hukum (taklif) yang lima.

B. Hadits

Kata al-hadits adalah kata mufrad, yang jamaknya al-ahadits dan dasarnya adalah tahdits, artinya “pembicaraan”. Dari sisi bahasa, kata hadits memiliki beberapa arti, diantaranya : al-jadid, artinya “yang baru” lawan dari al-qadim yang artinya “yang lama”; ath-thariqah artinya “jalan”; al-khabar artinya “berita”; as-sunnah artinya “perjalanan” yang memiliki kesamaan dengan kata as-sirah.

Menurut istilah arti hadits berbeda-beda sesuai dengan latar belakang dan disiplin keilmuan masing-masing. Menurut ahli hadits, hadits diartikan segala perkataan Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam, perbuatan dan hal ikhwalnya. Dan juga bisa diartikan sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam baik perkataan, perbuatan, takrir maupun sifat.

Sedang menurut ahli ushul, hadits diartikan dengan semua perkataan Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam, perbuatan dan taqirirnya yang berkaitan dengan hukum-hukum syara’ dan ketetapannya.

C. Khabar

Al-Khabar, dalam bahasa artinya “warta” atau “berita”. Maksudnya “sesuatu yang diberitakan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain” sehingga al-khabar memiliki makna yang sama dengan kata “hidditsah”

Secara terminologi, para ahli memberikan defenisi berbeda, sesuai dengan latar belakang dan disiplin keilmuan mereka masing-masing diantaranya :

Khabar ialah suatu yang datang dari selain Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam, sedang yang datang dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam disebut dengan Hadits

Hadits lebih luas dari khabar, sebab setiap hadits bisa dikatakan khabar, tetapi tidak setiap khabar dapat dikatakan hadits

Sedang menurut ahli hadits, khabar sama dengan hadits yakni segala sesuatu yang datang dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam perkataan, perbuatan dan takrir ditambah yang datang dari sahabat, dan tabi’in juga dikatakan khabar.

D. Atsar

Al-Atsar dalam bahasa artinya adalah “sisa”. Sedang menurut istilah ada beberapa pengertian diantaranya :

  • Atsar sama dengan khabar, yakni semua disandarkan kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam, sahabat dan tabi’in. Ini pendapat Jumhur Ulama
  • Atsar terbatas untuk hadits mauquf sedang khabar untuk hadits marfu’. Ini pendapat ulama Khurasan
  • Sedang menurut ahli hadits, khabar berasal dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam, sedang atsar adalah sesuatu yang disandarkan kepada sahabat dan tabi’in baik perkataan dan perbuatan.

D. Substansi Hadits dan Atsar

Dari defenisi di atas dapat diambil pengertian bahwa hadits, sunnah, khabar dan atsar memiliki makna yang sama yakni segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam perkataan, perbuatan dan ketetapan. Dalam hal ini akan dikaji secara substansi hadits tersebut, perkataan (yakni hadits qauli), perbuatan (fi’li), ketetapan (taqriri) dan karakter kepribadian (hammi dan ahwali)

  • Hadits Qauli. Hadits qauli adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam berupa perkataan dan atau ucapan yang memuat berbagai maksud syara’, peristiwa dan keadaan yang berkaitan dengan keyakinan, syariat, akhlak atau yang lainnya. Dengan kata lain. Suatu perkataan Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam ucapkan dalam berbagai bidang, misalnya dalam ranah hukum (syariat), akidah, akhlak, pendidikan dan lainya termasuk hadits qauli
  • Hadits Fi’li. Hadits Fi’li adalah segaka perbuatan yang sampai kepada kita yang disandarkan kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam, seperti tata cara berwudhu, tata cara sholat, haji dan seterusnya. Dengan kata lain, hadits fi’ali adalah semua perbuatan Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam yang menjadi contoh praktis terhadap peraturan syariat yang belum jelas tata caranya.
  • Hadits Taqriri. Hadits taqriri adalah perbuatan sahabat yang kemudian diakui dan dibenarkan atau tidak dikoreksi oleh Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam.. 
  • Hadits Hamami dan Hadits Ahwali. Hadits hamami adalah segala hadits Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam berupa keinginan Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam  yang belum terealisasikan. Sedang Hadits Ahwali adalah hadits tentang seluk beluk bentuk fisik dan kepribadian Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam.   

Sumber: 

  • At-Tuwaijiri, Muhammad bin Ibrahim. 2007. Ensklopedi Islam Al-Kamil. Jakarta: Darus Sunnah.
  • Bukhori, I. 2016. Shahih Bukhori. Jakarta: Shahih.
  • Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Kementerian Agama Republik Indonesia 2016. Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Cordoba.
  • Tafsir, Ahmad. 2001. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Rosydakarya.
  • KH. M. Ma’shum Zein. 2013. Ilmu Memahami Hadits Nabi. Yogyakarta: PT LKis Printing Cemerlang