Nasikh wa Mansukh Hadist

Pengertian  Nasikh wa Mansukh

Menurut bahasa naskh artinya menghapus atau memindahkan. Menurut ulama fiqh, naskh artinya mencabut berlakunya sebuah hukum yang di tunjuki oleh dalil syar’i untuk di ganti dengan hukum baru yang di tunjuki oleh dalil syar’i juga. Berkenaan dengan  inimaka, dalil yang dating duluan membawa hokum tertentu di sebut mansukh (dihapus), dan yang dating belakangan disubutnaskh (yang menghapuskan). Naskh inilah yang berlaku selanjutnya.

Kaedah penghapusan dalil yang memuat aturan ini diterapkan setelah upaya menggabungkan  dua hadits yang bertentangan atau takhshish tidak berhasil. Yaitu mencari mana hadits yang dating lebih duluan dan mana yang belakangan. Ajaran yang diamalkan atau berlaku adalah yang dibawa oleh hadits yang dating belakangan.

Urgensi Ilmu Nasikh dan Mansukh

Untuk dapat menyelami dalamnya syariat Islam, tentu pemahaman yang mendalam dan universal terhadap hadits dan ilmu tentangnya merupakan keharusan yang tak terbantahkan. Dalam kaitan ini, ilmu nasikh dan mansukh termasuk bagian penting dalam ilmu hadits yang harus dipahami. Karena seorang pembahas  ilmu syariat tidak akan dapat memetik hukum dari dalil-dalil nash, dalam kaitan ini adalah hadits, tanpa mengetahui dalil-dalil nash yang sudah dinasakh dan dalil-dalil nash yang menasakhnya.


Atas dasar itulah al Hazimy berkata : ”Ilmu ini termasuk sarana penyempurna ijtihad. Sebab sebagaimana diketahui bahwa rukun utama di dalam melakukan ijtihad. Itu ialah adanya kesanggupan untuk memetik hokum dari dalil-dalil naqli (nash) dan menukil dari dalil-dalil naqli itu haruslah mengenal pula dalil yang sudah dinasakh atau dalil yang menasakhnya. Memahami khitab Hadits menurut arti literal adalah mudah dan tidak banyak mengorbankan waktu. Akan tetapi yang menimbulkan kesukaran adalah mengistinbathkan hokum dari dalil-dalil nash yang tidak jelas penunjukannya. Diantara jalan untuk mentahqiqkan (mempositifkan) ketersembunyian arti yang tidak tersurat itu ialah mengetahui mana dalil yang terdahulu dan manapula yang terkemudian dan lain sebaginya dari segi makna”.


Peran penting ilmu nasikh dan mansukh ini  sehingga dimasukkan dalam sarana penyempurna ijtihad cukup menyita perhatian para sahabat, para Tabi’in, dan ulama-ulama yang dating setelah mereka. Diriwayatkan dari Ali ibn Abi Thalib  melalui  seorang qadli yang sedang memutuskan hukum, maka Ali bertanya kepadanya : “apakah kamu mengetahui Nasikh dan Mansukh?, Qadli berkata ; tidak”. Mendengar jawaban Qadli, Ali lantas berkata : “engkau binasa dan engkau membinasakan pula orang lain”


Dari riwayat diatas terlihat bagaimana alimenganggap penting ilmu nasikh dan mansukh dalam penetapan suatu hukum, tanpanya (ilmunasikh dan mansukh), penetapan hokum akan berdampak celaka, baik bagi  penetap hokum tersebut maupun masyarakat luas yang menjalankan ketetapan hokum itu. Karenaya, Pengetahuan  tentang nasikh dan mansukh mempunyai fungsi dan peranan yang besarbagi para ahli ilmu agar pengetahuan tentang  suatu hokum tidak kacau dan kabur dan dengannya (ilmu nasikh dan mansukh) pemahaman hadis akan menjadi benar dan tidak sempit.