Taksonomi Bloom dan Tighe & Wiggins dalam Proses Perumusan Tujuan Pembelajaran

Taksonomi Bloom berguna dalam proses perumusan tujuan pembelajaran. Namun demikian, Taksonomi Bloom ini telah direvisi seiring dengan perkembangan hasil-hasil penelitian. Anderson dan Krathwohl (2001) mengembangkan taksonomi berdasarkan Taksonomi Bloom, dan dinilai lebih relevan untuk  konteks belajar saat ini. Anderson dan Krathwohl mengelompokkan kemampuan kognitif menjadi tahapan-tahapan berikut ini, dengan urutan dari kemampuan yang paling dasar ke yang paling tinggi sebagai berikut:

Level 1

Mengingat, termasuk di dalamnya mengingat kembali informasi yang telah dipelajari, termasuk definisi, fakta-fakta, daftar urutan, atau menyebutkan kembali suatu materi yang pernah diajarkan kepadanya.

Level 2

Memahami, termasuk di dalamnya menjelaskan ide atau konsep seperti menjelaskan suatu konsep menggunakan kalimat sendiri, menginterpretasikan suatu informasi, menyimpulkan, atau membuat parafrasa dari suatu bacaan.

Level 3

Mengaplikasikan, termasuk di dalamnya menggunakan konsep, pengetahuan, atau informasi yang telah dipelajarinya pada situasi berbeda dan relevan

Level 4

Menganalisis, termasuk dalam kemampuan ini adalah memecah- mecah informasi menjadi beberapa bagian, kemampuan untuk mengeksplorasi hubungan/korelasi atau membandingkan antara dua hal atau lebih, menentukan keterkaitan antarkonsep, atau mengorganisasikan beberapa ide dan/atau konsep.

Level 5

Mengevaluasi, termasuk kemampuan untuk membuat keputusan, penilaian, mengajukan kritik dan rekomendasi yang sistematis.

Level 6

Menciptakan, yaitu merangkaikan berbagai elemen menjadi satu hal baru yang utuh, melalui proses pencarian ide, evaluasi terhadap hal/ide/benda yang ada sehingga kreasi yang diciptakan menjadi salah satu solusi terhadap masalah yang ada. Termasuk di dalamnya adalah kemampuan memberikan nilai tambah terhadap suatu produk yang sudah ada.

 

Selain taksonomi di atas, untuk merumuskan      tujuan pembelajaran, pendidik juga dapat merujuk pada teori lain yang dikembangkan oleh Tighe dan Wiggins (2005) tentang enam bentuk pemahaman. Sebagaimana yang disampaikan dalam penjelasan tentang CP, pemahaman (understanding) adalah proses berpikir tingkat tinggi, bukan sekadar menggunakan informasi untuk menjelaskan atau menjawab pertanyaan. Menurut Tighe dan Wiggins, pemahaman dapat ditunjukkan melalui kombinasi dari enam kemampuan berikut ini:

Penjelasan (explanation)

Mendeskripsikan suatu ide dengan kata-kata sendiri, membangun hubungan, mendemonstrasikan hasil kerja, menjelaskan alasan, menjelaskan sebuah teori, dan menggunakan data.

Interpretasi

Menerjemahkan cerita, karya seni, atau situasi. Interpretasi juga berarti memaknai sebuah ide, perasaan, atau sebuah hasil karya dari satu media ke media lain.

Aplikasi

Menggunakan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman mengenai sesuatu dalam situasi yang nyata atau sebuah simulasi (menyerupai kenyataan).

Perspektif

Melihat suatu hal dari sudut pandang yang berbeda, siswa dapat menjelaskan sisi lain dari sebuah situasi, melihat gambaran besar, melihat asumsi yang mendasari suatu hal dan memberikan kritik.

Empati

Menaruh diri di posisi orang lain. Merasakan emosi yang dialami oleh pihak lain dan/atau memahami pikiran yang berbeda dengan dirinya.

Pengenalanan diri atau refleksi diri

Memahami diri sendiri; yang menjadi kekuatan, area yang perlu dikembangkan serta proses berpikir dan emosi yang terjadi secara internal.

Sumber:Panduan Pembelajaran dan Asesmen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Menengah: Badan Standar, Kurikulum dan Asesmen, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknoligi Republik Indoneisa: 2022